Penekanan Aspek Keadilan Dan Budaya PP 28 Tahun 2022 Dari Perspektif Mantan Hakim MK

Jakarta – Mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mempertanyakan pengelolaan obligasi Badan Pengelola Obligasi. Ia mengaku bingung apakah teori hukum itu masih bisa diterapkan hingga saat ini. Karena perangkat hukum kita melalui struktur hukum sebenarnya sudah cukup baik. Namun, dari sudut pandang budaya hukum, justru sebaliknya.
“Tidak hanya yang legal, tapi juga ada budaya kedermawanan. Kita juga mengetahui kesepakatan politik yang bisa mengatasi tantangan hukum. Saya katakan Dewa Gede Palguna. Dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (19 Agustus 2023), PP No. 28 Tahun 2022 Dalam hal bertentangan dengan undang-undang di atas, dapat dirujuk ke Mahkamah Agung.
Menurut Balgona, pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tentang Penatausahaan Iuran Negara yang dinilai sebagian kalangan bertentangan dengan aturan di berbagai tingkatan, harus ditinjau ulang oleh Mahkamah Agung.
Palguna mengatakan “PP No. Kalaupun 28/2022 terlambat, tidak masalah selama isinya bertentangan dengan nilai keadilan,” ujarnya, “dan layak diangkat oleh rakyat.”
Dalam kasus Palguna yang juga pendiri Forum Merah Putih, harus ada Verfassungbeschwerde atau Verfassungbeschwerde seperti Jerman untuk mengadu masalah hukum seperti munculnya PP No.2. 28/2022.
“Intinya aturan hukum yang baik perlu dimulai sejak dini pembentukannya agar aturan turunannya bisa diatur,” ujar Balgona.
Di sisi budaya, Ni Nengah Budawati, direktur Pusat Krisis Perempuan LBH Bali, mengatakan budaya leluhur negara meninggalkan ajaran dan pola sikap untuk berbuat baik, menolak kejahatan dan menjaga keharmonisan dengan alam. dan isinya.
Budaya Indonesia menjunjung tinggi akhlak yang baik dan mengajarkan bahwa akhirat itu ada. Buddawati menjelaskan bahwa menjalani kehidupan dan kehidupan setelah kematian menuntut kita untuk tetap mengutamakan kebaikan.
Bagi Budawati, produk hukum yang tidak berbasis aspek psikososial dan kultural tidak efektif.
“Masyarakat pesimis, dan undang-undang menjadi produk hukum yang kosong dan tidak berarti,” jelasnya.
Melalui pengamatan hukum dan budayanya, Palguna dan Budawati memberikan konteks pentingnya penegakan hukum untuk mewujudkan kehidupan bernegara dan kehidupan bernegara yang demokratis.
Kecuali kedua undang-undang tersebut ditegakkan, pembangunan ekonomi suatu negara menjadi tidak berarti. Maka yang membuat artefak hukum menjadi hampa adalah dikesampingkannya aspek budaya dalam proses legislasi.