Juri Menyebut Proyek BTS 4G Sebagai Lingkaran Setan

Jakarta – Fahal Hendry, Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tepicor), menilai kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo sebagai lingkaran setan. Pasalnya, hanya ada tiga konsorsium yang sengaja memenangkan proyek BTS senilai Rp 10,8 triliun tersebut.
Hal itu terungkap saat Ketua Kelompok Kerja (Pokja) BAKTI dan Kepala Bagian Pengadaan dan Sistem Informasi Bagian Sumber Daya Administrasi BAKTI, Gumala Warman, dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan selanjutnya. Kasus BTS 4G di Pengadilan Negeri Tipekor, Jakarta Pusat, Kamis (3/8). ).
Ia memastikan hanya ada tiga perusahaan yang sengaja memenangkan order untuk proyek BTS yang ditangguhkan tersebut.
Konsorsium pertama dari ketiganya adalah PT Telkominfra yang juga merupakan anak usaha FiberHome, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), dan PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk paket 1 dan 2. Untuk Paket 3 ini Lintasarta Huawei SEI. Terakhir, paket konsorsium IBS dan ZTE 4 dan 5.
“Siapa yang mati di ketiga konsorsium itu?” tanya Fazal di Balai Pengadilan Tipikor Pusat, Jakarta, Kamis (3/8).
Jumala mengatakan Paket 1 dan 2 diberikan oleh konsorsium fiber optic PT Telkominfra Home, PT Multi Trans Data (PT MTD).
Konsorsium yang berkompetisi pada paket tersebut tidak menang. Tapi menangkan paket lainnya.
“Ya, sama, benar! Pergi saja ke sana. Ganas, ganas! Itu juga,” kata Fahl dengan nada tinggi.
Dia menambahkan, “Akhirnya saudaraku, orang ini juga pemenang. Bukankah begitu? Apakah beberapa dari 3 aliansi tidak memenuhi syarat untuk menawar meskipun mereka memiliki paket yang berbeda?”
Jumala juga menegaskan tidak semua penawaran bisa dimenangkan. Saat dia sedang menjelaskan, Fazal memotongnya lagi.
“Yang saya minta sederhana dan lugas. Nyatanya tidak ada persaingan. Akhirnya mereka menang juga! Begitukah?” tanya Ketua Mahkamah Agung lagi.
“Benar, Yang Mulia” kata Jujula.
Fahel kemudian juga menanyakan kepada BAKTI tentang tujuan diadakannya lelang proyek BTS 4G setelah dapat menentukan pemenang dari ketiga konsorsium tersebut. Seolah-olah tidak ada sama sekali persaingan antar pengusaha di bidang barang dan jasa.
“Apa yang ingin Anda tawar selanjutnya? Berbagi kuota sudah cukup. Anda kelompok ini, Anda kelompok itu, Anda kelompok itu. Tidak ada persaingan. Jika ada tawaran, Anda harus. Jadilah pesaing.”
Meskipun Joumala berulang kali menyatakan bahwa ada pemenang dan pecundang dalam penawaran tersebut, Fahal tetap menyimpulkan bahwa pada akhirnya hanya tiga koalisi yang menang dan hal ini tidak mengubah eksistensi persaingan tersebut.
Fahal berkata, “Tugas dibagi menjadi lima paket. Tiga aliansi telah memenuhi syarat. Dalam paket ini mereka kalah dan paket lainnya mereka menang. Yang penting tidak ada yang menang.”
Selain Jummala, ada enam saksi lainnya dari Pokja Bakti yang diperiksa silang di hadapan terdakwa, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, dan mantan Direktur Komunikasi dan Intelijen. Badan Akses Informasi (Bakti) Anang Ahmed Latif, mantan Spesialis Pembangunan Manusia. (HUDEV) Universitas Indonesia, Johan Sorianto.
Didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kejahatan. Mengenai Pasal 55 (1) No. 1 KUHP.
BAKTI Kominfo 2020-2022 Proyek Infrastruktur BAKTI Kominfo dan Paket Infrastruktur Pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Proyek BAKTI Kominfo 2020-2022 mengakibatkan kerugian fiskal negara sebesar Rp 8,3 triliun.
Sumber: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com