Fairlie Soal Kemungkinan Pemeriksaan Ringan Dan Emile Dardak: KPK Bekerja Profesional

LIPUTAN6.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Purnawirawan Komjen Pol Firli Bahuri menuturkan peluang tim penyidik untuk mengusut Gubernur Jawa Timur Khuve Indra Parwansa dan Letnan Gubernur Emil Elistiando Dardak.
Fairlie yakin kelompoknya akan mengkhususkan diri dalam mengusut dugaan suap yang melibatkan bagian subsidi Pemprov Jatim. Dalam kasus ini, KPK mengintai ruang kerja Khofifah dan Emil Dardak.
“Karena itu, KPK sangat profesional dalam bekerja dengan prinsip-prinsip yang mendasari bisnis utama KPK,” kata Fairlie dalam keterangannya, Sabtu (24 Desember 2022).
Baca juga
Semua saksi yang dipanggil tim penyidik KPK adalah mereka yang diduga melihat, mendengar, mengetahui, atau mengalami sendiri tindak pidana tersebut, kata Fairley.
Fairey berkata, “Saya diinterogasi untuk tujuan seperti investigasi, penuntutan, dan persidangan. Dalam hal ini tentunya kami akan memanggil dan menginterogasi setiap orang sesuai dengan tata cara dan ketentuan yang diatur dalam KUHAP.”
Sebelumnya, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti baru dugaan suap terkait administrasi subsidi yang diberikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Bimrov Jatim).
Tim investigasi ditugaskan di Kantor Gubernur Jatim Khuvifa Indar Parwansa, Kantor Letnan Gubernur Jatim Emil Elistiánto Dardak, Kantor Menteri Daerah Adi Karyono, Gedung Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKAD) Provinsi dan Gedung Badan Perencanaan Pembangunan, Kabupaten Babeda, Jawa Timur.
Dalam penggeledahan yang dilakukan pada Rabu, 21 Desember 2022, tim penyidik menemukan beberapa dokumen yang bisa dijadikan barang bukti dalam kasus ini.
Ali Fikri, Kepala Bagian Pelaporan KPK, dalam keterangannya, Kamis (22/12/2022): ”
Ali mengatakan barang-barang itu akan diperiksa oleh tim investigasi. “Analisis dan penyitaan akan segera dilakukan untuk mendukung proses penetapan kasus ini,” kata Ali.
Tim penyidik dikabarkan menyita tiga tas setelah menggeledah tempat kerja Kopipa, Emil Dardaq, dan Adi Karyono. Ketiga tas tersebut dibawa tim investigasi dengan menggunakan tiga mobil MPV.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Presiden DPRD Jatim Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) sebagai tersangka atas dugaan suap dalam penyelenggaraan subsidi Jatim.
Selain Sahat, KPK juga menangkap tiga tersangka lainnya yakni Rusdi, pegawai profesional Sahat, Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang yang juga Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid, dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham Wahyudi, disebut-sebut dipinjam. . Hah.
Pansus Pemberantasan Korupsi menemukan bahwa pada tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim telah menganggarkan dana untuk pencairan subsidi sekitar Rp 7,8 triliun kepada Lembaga, Yayasan, dan Organisasi Kemasyarakatan (URMA) Pemprov Jatim.
Termasuk penyaluran melalui kelompok masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga ke tingkat desa. Terkait usulan pencairan dana subsidi, hal ini untuk menyampaikan aspirasi dan usulan anggota DPRD Republik Jawa Timur. Diantaranya adalah Sahat.
Yards setuju untuk memberikan sejumlah uang sebagai uang muka (alias izon) untuk memberikan bantuan dan mempercepat proposal hibah. Abdul Hamid kemudian menerima tawaran itu.
Diperkirakan Sahat akan menerima 20% dari nilai hibah yang dibagikan sebagai dividen, sedangkan Abdelhamid akan menerima 10% saham. Nilai subsidi tersebut secara khusus Rs 40 miliar dihabiskan masing-masing pada tahun 2021 dan 2022.
Abdul Hamid kembali menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan total Rp 2 miliar sebagai titipan utang agar Bukmas mendapat subsidi tahun 2023 dan 2024.
Realisasi uang yang dijanjikan datang pada Rabu (13 Desember 2022). Abdul Hamid menarik uang tunai satu miliar rupiah dari sebuah bank di Samfang dan menyerahkannya kepada Eng untuk dibawa ke Surabaya.
Eng juga menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada sahabat Sahat Rusdi di pusat perbelanjaan Surabaya. Setelah menerima uang, ia memerintahkan pekarangan Rushdie untuk menukarkan satu miliar rupee dalam SGD dan dolar AS dari kasir.
Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Sahat di sebuah ruangan di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diserahkan pada Jumat (16/12/2022). Dengan mengelola alokasi subsidi kepada Bokmas, Sahat diduga menerima sekitar Rp 5 miliar.
Atas perbuatannya, Abdul Hamid dan Anaq dijerat sebagai pelanggar Pasal 5 (1) A atau B atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Penghapusan. Pasal 55 Ayat 1 sampai 1 KUHP
Sahat dan Rushdie didakwa melanggar Pasal 12 A, B atau B juncto Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 1 KUHP.