Cuaca Hari Ini Senin, 27 Februari 2023 Hujan Dan Awan Gelap Menutupi Jakarta Sepanjang Hari

Sejak Senin sore (27 Februari 2023) hingga malam ini, awan tebal menutupi seluruh wilayah DKI Jakarta. Sementara itu, Badan Meteorologi, Iklim, dan Geofisika Korea (BMKG) melaporkan kondisi cuaca di wilayah metropolitan pagi ini hujan ringan.
BMKG juga mengumumkan adanya kemungkinan hujan disertai petir dan angin kencang pada pagi hari berdasarkan peringatan dini tersebut.
BMKG mengeluarkan peringatan dini cuaca pada hari Senin, mengatakan, “Kemungkinan hujan disertai kilat dan angin kencang pada pagi dan dini hari untuk sebagian Kepulauan Seribu dan Jakarta utara.”
Seperti ibu kota, wilayah Bekasi juga diguyur hujan ringan pagi ini. Sedangkan Depok dan Bogor berawan sebagian dan Tangerang berawan sebagian.
Sore ini, BMKG juga mengharapkan awal yang kuat untuk menguasai buffer zone Jakarta. Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dll.
Berikut informasi lengkap prakiraan cuaca wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Zapoditapek) yang dilansir Liputan6.com dari situs resmi BMKG www.bmkg.go.id.
BMKG juga memprediksi cuaca buruk di sebagian wilayah Indonesia pada 22-28 Februari 2023. Oleh karena itu, masyarakat harus mewaspadai bencana alam hidrometeorologi.
Anomali adalah kondisi iklim yang tidak biasa dan sangat jarang terjadi pada waktu dan tempat tertentu, terutama yang berpotensi menimbulkan bencana, mengganggu kehidupan sosial, atau menimbulkan korban jiwa.
Menurut informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kejadian cuaca ekstrem menjadi sangat sering terjadi selama 30 tahun terakhir. Peristiwa cuaca ekstrem tersebut terjadi di beberapa provinsi besar di Indonesia, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Faktor pertama penyebab cuaca ekstrim adalah aktifnya monsun Asia yang secara periodik berhembus dari benua Asia melalui Indonesia hingga ke benua Australia.
Indonesia terletak di garis khatulistiwa yang terpengaruh oleh angin tersebut. Angin periodik menandakan bahwa musim hujan di Indonesia masih berlanjut.
Seiring berlanjutnya cuaca buruk di Indonesia, pola konvergen dan kecepatan angin yang melambat terjadi di banyak wilayah, menyebabkan uap air yang berubah menjadi awan hujan berkumpul di satu wilayah dan meningkatkan kerapatan air yang jatuh. Akibat konvergensi dan perlambatan ini, hujan lebat dan berkepanjangan dapat terjadi.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memperkenalkan sejumlah langkah yang diambil untuk mengantisipasi kejadian cuaca buruk, khususnya dengan mendirikan pusat kesiapsiagaan dan memantau dengan seksama informasi cuaca dan/atau peringatan dini dari BMKG dan Pusat Bencana Vulkanik dan Geologi. Arus mitigasi digunakan untuk menentukan perkembangan situasi.
Selain itu, pemerintah kota dan jajarannya harus menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menghadapi banjir dan tanah longsor yang disebabkan oleh cuaca buruk. Dalam hal ini, pertimbangan harus diberikan untuk menyebarluaskan informasi tentang kemungkinan bencana kepada masyarakat melalui saluran informasi seluas-luasnya.
Daerah dengan bahaya cuaca ekstrim dapat dipantau menggunakan teknologi sistem informasi geografis (SIG). SIG adalah ilmu yang memiliki komponen-komponen yang mengatur pengolahan data spasial, meliputi analisis spasial, agregasi data spasial, dan pemodelan.
Pemodelan spasial adalah aktivitas mengabstraksi fenomena dunia nyata dan kemudian memvisualisasikannya sebagai informasi spasial untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Dengan menggunakan teknologi GIS, dimungkinkan untuk memodelkan risiko cuaca ekstrem secara spasial dengan memvisualisasikan tingkat wilayah risiko cuaca buruk di Indonesia dalam bentuk peta digital. Pemodelan spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah Google Earth Engine (GEE).
Keunggulan GEE adalah dapat memproses dan menyajikan data multi-waktu dengan resolusi spasial yang memadai dengan cakupan perekaman global. Untuk pengolahan data menggunakan teknologi GIS untuk keperluan penelitian cuaca buruk, digunakan tiga parameter yaitu curah hujan, permukaan tanah, dan kemiringan lereng. Skor disediakan untuk ketiga parameter ini untuk membantu menentukan parameter mana yang menyebabkan cuaca ekstrem.